Simeulue District with the capital Sinabang is an island that has beautiful beaches and underwater scenery with a variety of marine life is very beautiful and original. If the wave height has become interesting challenge for water sports (selencar). As the islands, Simeulue has about 15 inhabited islands and 27 uninhabited islands that have not. The 27 inhabited islands that have not had economic potential to be developed as a natural tourism area (marine resorts).
Various pre-eminent tourist attractions and other interesting also present in this region that includes the sites of cultural / historical, such as Mangkudo Tomb Stone, Cemetery Tengku In the end, Tomb T Silaborit, Dutch Fort, Mosque Tabusalihon, etc.. All these objects are unique and tersediri history, so that will be able to attract tourists to visit. Marina tourist attraction is also very easy to find in this area, such as sinking a beautiful coral in the Gulf Sibigo, Côte-Alus Alus and Looks Island surrounded by white sand.
In addition to the natural potential, the customs that still adhered to the Simeulue also be potential for the development of cultural tourism industry in Simeulue, such as whistle, martial arts, dance nod, dance andalas, nandong very interesting and could potentially serve as a cultural attraction. In addition there are also many regional dishes um umunyaberasal of marine resources, such as reef fish, squid, turtles, shrimp (lobster) which is the cultivation of superior Simeulue community, so the main attraction for tourists to enjoy.
Simeulue
Simeulue community has learned a very interesting story, especially when the tsunami hit Aceh. The tsunami that struck Aceh had a lot to bring wisdom to the Acehnese people and society generally in particular Simeulue. One of the lessons that happens is terkenalnnya Simeulue district as one of the Tsunami-affected areas, but does not cause massive casualties.
The main thing that causes many people Simeulue survivors of the tsunami disaster is the Simeulue community still holds fast to the customs and abide by the advice of parents. They still adhere to the advice of parents who advocate for maintaining the mangrove forest, mountain or run to high ground in case of a large earthquake and the phenomenon of reflux of sea water. The world felt admiration for Simeulue community efforts to avoid large casualties as occurred in other areas affected by Tsunami.
In order to develop tourism in Simeulue, a variety of facilities and infrastructure to support tourism infrastructure was in line with expectations and needs of tourists, such as regular ferry routes to and from Meulaboh and Labuhan Haji who can run for three times a week and SMAC (domestic airline flights once a week).
Located approximately 150 km off the west coast of Aceh, Simeulue District stand strong in the middle of the Indian Ocean. Simeulue Regency is a division of West Aceh District since 1999, with the hope of improved development in the region.
Due to the isolated geographical position, the hustle and bustle of the conflict in Aceh mainland was never an impact in this area, not even a movement of GAM in the area of these islands.
This district is famous for its results cengkehnya. Residents of this region was also profiled as the Chinese, with yellow skin and slanted and have a different language with the Aceh mainland. There are 3 main languages are dominant in daily life ie Ulau language, language and language Sibigo Jamee. Language Ulau (island) is commonly used by residents of the East Simeulue District, South Teupah, Teupah West, Central and Teluk Dalam Simeulue; Sibigo language commonly used population in the District of West Simeulue, Alafan and Salang; while Jamee language (guest) is used in particular by the residents who live around the city and its surroundings are generally Sinabang commercial nomads from the Minang and Mandailing.
Simeulue district capital of Sinabang, if spoken with regional dialects are "Sinafang" which means "gun" or gun, which was once the headquarters soldiers Sinabang Dutch VOC. Also "Sibigo" the capital of Simeulue Barat district comes from the word / phrase "CV & Co." since colonial times before, Sibigo is the location of "carrier" Rasak wood processing - a kind of very hard wood equivalent to Jati - which was sent to the Netherlands via the sea.
Almost all Muslim inhabitants of this archipelago. Simeulue community has its own customs and cultures different from his brothers on land in Aceh, one of which is the art of "nandong", an art of singing accompanied by drums tetabuhan recalled and displayed violin all night on special occasions and special. There is also a very popular art sebahagian society at large, art Debus, a martial arts kedigjayaan immune mainly from stab stab sword, rencong, smoldering iron chains, bamboo or reed and other sharp objects, and the art of this reason the Warriors Simeulue is frequently invited to foreign countries.
One mainstay of Simeulue district that is characteristic of the Simeulue buffalo that although small in size, but the meat taste sweeter than the buffalo on the mainland. These buffalo are sold out and Simeulue Island, because the quality is excellent, the price is high.
Besides, in the last decade the results of a very famous island of Simeulue is shrimp lobster (crawfish) are quite large in size and have been exported to other regions such as Medan, Jakarta and even abroad in Singapore & Malaysia. Other people's crops are copra from coconut tree that thrives along the coast of the island of Simeulue. While forest products became the main source of furniture factory in Cirebon, West Java is rattan. It is also expected in the year 2008, the result of pure palm plantations owned by people and self-management of Simeulue district government will bear fruit which is expected to improve local revenue (PAD) Simeulue District.
------------------
Kabupaten Simeulue dengan Ibukotanya Sinabang merupakan sebuah kepulauan yang memiliki keindahan pantai dan pemandangan bawah laut dengan berbagai biota laut yang sangat indah dan asli. Tingginya gelombang lau telah menjadi tantangan menarik untuk olahraga air (selencar). Sebagai daerah kepulauan, Simeulue memiliki sekitar 15 pulau yang berpenghuni dan 27 pulau yang belum berpenghuni. Ke 27 pulau yang belum berpenghuni tersebut memiliki potensi ekonomis untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata alam (marine resorts).
Berbagai objek wisata unggulan dan menarik lainnya juga terdapat di daerah ini yang meliputi situs-situs budaya/sejarah, seperti Makam Mangkudo Batu, Makam Tengku Di ujung, Makam T Silaborit, Benteng Belanda, Masjid Tabusalihon, dll. Semua objek tersebut memiliki keunikan dan sejarah tersediri, sehingga akan dapat menarik wisatawan untuk berkunjung. Objek wisata marina juga sangat mudah dijumpai di daerah ini, seperti terumbu karam yang indah di Teluk Sibigo, Pantai Alus-alus dan Pulau Tampak yang dikelilingi hamparan pasir putih.
Selain potensi alam, adat istiadat yang tetap dipegang teguh masyarakat Simeulue juga menjadi potensi bagi pengembangan industri pariwisata budaya di Simeulue, seperti debus, pencak silat, tari angguk, tari andalas, nandong sangat menarik dan berpotensi untuk dijadikan sebagai atraksi budaya. Selain itu juga terdapat berbagai makanan khas daerah yang um umunyaberasal dari sumber daya laut, seperti ikan karang, cumi-cumi, penyu, udang (lobster) yang merupakan budidaya unggulan masyarakat Simeulue, sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan untuk menikmatinya.
Simeulue
Masyarakat Simeulue memiliki cerita yang sangat menarik dipelajari, khususnya pada saat bencana Tsunami menimpa Aceh. Tsunami yang pernah melanda Aceh banyak membawa hikmah bagi masyarakat Aceh umumnya dan masyarakat Simeulue khususnya. Salah satu hikmah yang terjadi adalah terkenalnnya daerah Simeulue sebagai salah satu daerah yang terkena dampak Tsunami, namun tidak menimbulkan korban jiwa yang sangat besar.
Hal yang paling utama yang menyebabkan Masyarakat Simeulue banyak yang selamat dari bencana Tsunami adalah masyarakat Simeulue masih tetap memegang teguh pada adat istiadat dan mematuhi nasehat para orang tua. Mereka masih memegang teguh nasihat para orang tua yang menganjurkan untuk memelihara hutan mangrove, berlari ke gunung atau tempat yang tinggi jika terjadi gempa besar dan fenomena surutnya air laut. Masyarakat dunia merasa kagum atas upaya masyarakat Simeulue menghindari korban jiwa yang besar sebagaimana yang terjadi pada daerah-daerah lain yang terkena Tsunami.
Dalam rangka membangun pariwisata di Simeulue, berbagai sarana dan prasarana pendukung pariwisata terus dibangun sesuai dengan harapan dan kebutuhan wisatawan, seperti rute kapal ferry regular ke dan dari Meulaboh dan Labuhan Haji yang dapat dilakukan selama tiga kali seminggu dan SMAC (perusahaan penerbangan domestik yang melakukan penerbangan satu kali seminggu).
Berada kurang lebih 150 km dari lepas pantai barat Aceh, Kabupaten Simeulue berdiri tegar di tengah Samudra Hindia. Kabupaten Simeulue merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Barat sejak tahun 1999, dengan harapan pembangunan semakin ditingkatkan di kawasan ini.
Karena posisi geografisnya yang terisolasi, hiruk-pikuk konflik di Aceh daratan tidak pernah berimbas di kawasan ini, bahkan tidak ada pergerakan GAM di kawasan kepulauan ini.
Kabupaten ini terkenal dengan hasil cengkehnya. Penduduk kawasan ini juga berprofil seperti orang Cina, dengan kulit kuning dan sipit dan mempunyai bahasa yang berbeda dengan Aceh daratan. Terdapat 3 bahasa utama yang dominan dalam pergaulan sehari-hari yakni bahasa Ulau, bahasa Sibigo dan bahasa Jamee. Bahasa Ulau (pulau) umumnya digunakan oleh penduduk yang berdomisili di Kecamatan Simeulue Timur, Teupah Selatan, Teupah Barat, Simeulue Tengah dan Teluk Dalam; bahasa Sibigo umumnya digunakan penduduk di Kecamatan Simeulue Barat, Alafan dan Salang; sedangkan bahasa Jamee (tamu) digunakan khususnya oleh para penduduk yang berdiam disekitar kota Sinabang dan sekitarnya yang umumnya perantau niaga dari Minang dan Mandailing.
Ibukota Kabupaten Simeulue Sinabang, kalau diucapkan dengan logat daerah adalah "Sinafang" yang artinya "senapan" atau senjata api, dimana dulunya Sinabang menjadi markas serdadu kompeni Belanda. Juga "Sibigo" ibukota kecamatan Simeulue Barat berasal dari kata/kalimat "CV & Co" karena masa-masa penjajahan dulu, Sibigo adalah lokasi "maskapai" pengolahan kayu Rasak - sejenis kayu sangat keras setara dengan Jati - yang dikirim ke Belanda via laut.
Hampir seluruh penduduk kepulauan ini beragama Islam. Masyarakat Simeulue mempunyai adat dan budaya tersendiri berbeda dengan saudara-saudaranya didaratan Aceh, salah satunya adalah seni ber-"Nandong", suatu seni nyanyi bertutur diiringi gendang tetabuhan dan biola yang ditampilkan semalam suntuk pada acara-acara tertentu dan istimewa. Terdapat pula seni yang sangat digemari sebahagian besar masyarakat, seni Debus, yaitu suatu seni bela diri kedigjayaan kekebalan tubuh terutama dari tusukan bacokan pedang, rencong, rantai besi membara, bambu/buluh serta benda-benda tajam lainnya, dan dari seni ini pulalah para pendekar Simeulue acap diundang ke manca negara.
Salah satu andalan Kabupaten Simeulue yang menjadi ciri khas adalah kerbau Simeulue yang meski ukurannya kecil, namun rasa dagingnya lebih manis daripada kerbau di daratan. Kerbau ini banyak dijual keluar Pulau Simeulue dan, karena kualitasnya prima, harganya pun menjadi tinggi.
Disamping itu dalam satu dasawarsa terakhir hasil pulau Simeulue yang sangat terkenal adalah udang Lobster (udang laut)yang cukup besar ukurannya dan telah diekspor ke luar daerah seperti Medan, Jakarta dan bahkan ke luar negeri Singapura & Malaysia. Hasil perkebunan rakyat lainnya adalah kopra yang berasal dari pohon kelapa yang tumbuh subur disepanjang pantai pulau Simeulue. Sedangkan hasil hutan yang menjadi sumber utama pabrik meubel di Cirebon- Jawa Barat adalah rotan. Diharapkan pula dalam tahun 2008 hasil perkebunan kelapa sawit murni milik rakyat dan swakelola pemerintah daerah Kabupaten Simeulue akan membuahkan hasil yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Simeulue.